SMAK 5 Forum
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

LOVE STORIES

+3
alay wannabe
lolipop
Balada Kera
7 posters

Page 2 of 2 Previous  1, 2

Go down

LOVE STORIES - Page 2 Empty Bukan Aku Tak Cinta

Post  Balada Kera Wed Feb 04, 2009 9:57 am

Kita melampiaskan 99% kemarahan justru kepada orang yang paling kita cintai. Dan akibatnya seringkali adalah fatal.

Cassie menunggu dengan antusias. Kaki kecilnya bolak-balik melangkah dari ruang tamu ke pintu depan. Diliriknya jalan raya depan rumah. Belum ada. Cassie masuk lagi. Keluar lagi. Belum ada. Masuk lagi. Keluar lagi. Begitu terus selama hampir satu jam. Suara si Mbok yang menyuruhnya berulang kali untuk makan duluan tidak digubrisnya. Pukul 18.30.

"Tinnn.. Tiiiinnnnn...!!"

Cassie kecil melompat girang! Mama pulang! Papa pulang! Dilihatnya dua orang yang sangat dicintainya itu masuk ke rumah.

Yang satu langsung menuju ke kamar mandi. Yang satu menghempaskan diri di sofa sambil mengurut-urut kepala. Wajah-wajah yang letih sehabis bekerja seharian, mencari nafkah bagi keluarga. Bagi si kecil Cassie juga yang tentunya belum mengerti banyak. Di otaknya yang kecil, Cassie cuma tahu, ia kangen Mama dan Papa, dan ia girang Mama dan Papa pulang.

"Mama, mama.. Mama, mama..." Cassie menggerak-gerakkan tangan Mama. Mama diam saja.

Dengan cemas Cassie bertanya, "Mama sakit ya? Mananya yang sakit? Mam, mana yang sakit?"

Mama tidak menjawab. Hanya mengernyitkan alis sambil memejamkan mata.

Cassie makin gencar bertanya, "Mama, mama... mana yang sakit? Cassie ambilin obat ya? Ya? Ya?"

Tiba-tiba...

"Cassie!! Kepala mama lagi pusing! Kamu jangan berisik!" Mama membentak dengan suara tinggi.

Kaget, Cassie mundur perlahan. Matanya menyipit. Kaki kecilnya gemetar. Bingung. Cassie salah apa? Cassie sayang Mama... Cassie salah apa? Takut-takut, Cassie menyingkir ke sudut ruangan. Mengamati Mama dari jauh, yang kembali mengurut-ngurut kepalanya. Otak kecil Cassie terus bertanya-tanya: Mama, Cassie salah apa? Mama tidak suka dekat-dekat Cassie? Cassie mengganggu Mama? Cassie tidak boleh sayang Mama?

Berbagai peristiwa sejenis terjadi. Dan otak kecil Cassie merekam semuanya.

Maka tahun-tahun berlalu. Cassie tidak lagi kecil. Cassie bertambah tinggi. Cassie remaja. Cassie mulai beranjak menuju dewasa.

"Tinnn.. Tiiiinnnnn...!!"

Mama pulang. Papa pulang. Cassie menurunkan kaki dari meja. Mematikan TV. Buru-buru naik ke atas, ke kamarnya, dan mengunci pintu. Menghilang dari pandangan.

"Cassie mana?". "Sudah makan duluan, Tuan, Nyonya."

Malam itu mereka kembali hanya makan berdua. Dalam kesunyian berpikir dengan hati terluka: "Mengapa anakku sendiri, yang kubesarkan dengan susah payah, dengan kerja keras, nampaknya tidak suka menghabiskan waktu bersama-sama denganku? Apa salahku? Apa dosaku? Ah, anak jaman sekarang memang tidak tahu hormat sama orangtua! Tidak seperti jaman dulu."

Di atas, Cassie mengamati dua orang yang paling dicintainya dalam diam. Dari jauh. Dari tempat dimana ia tidak akan terluka.

"Mama, Papa, katakan padaku, bagaimana caranya memeluk seekor landak?"
Balada Kera
Balada Kera
Idola SMAK 5

Posts : 478
Join date : 2009-01-16
Age : 33
Location : DuNiA FanTasI - JayA aNcoL - JakArTa uTarA

Back to top Go down

LOVE STORIES - Page 2 Empty Selepas Kau Pergi - PART 1

Post  Balada Kera Wed Feb 04, 2009 10:14 am

Beberapa hari yang lalu...

Lex : "Pris, ini yang dari tadi pengen gua omongin ke elu," kataku perlahan.
Prisca : "Lu mau kuliah ke luar negri?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk perlahan.

Prisca : "Kemana?"
Lex : "London."

Hari-hari setelah itu -saat aku mengatakan bahwa aku akan pergi- berlalu seperti biasa. Baik Prisca maupun aku bertindak seolah kata-kata itu tidak pernah ada. Kami berbincang seperti biasa, bercanda seperti biasa. Seolah kami masih memiliki seluruh waktu di dunia ini. Tapi di balik semua itu, aku merasakan arus waktu yang mengalir. Cepat. Deras. Tak terbendung. Dan tak bisa dikembalikan.

Suatu hari di bulan Juni, seorang teman mentraktir kami sekelas dan teman-temannya yang lain di sebuah restoran untuk merayakan ulang tahunnya. Praktek yang cukup biasa di sekolah kami. Saat itu Johan duduk di sebelahku. Pris berada di meja sebelah, sedang berbciara dengan Mita.

Lex : "Yap, bener. Tu orang emang berubah banget setelah ketemu tu cewek," kataku padanya. Kami sedang membicarakan seorang tokoh dari game yang sedang kami mainkan.
Johan : "Heheh, bener banget. Sama kaya lu kan?" sahutnya sambil tersenyum lebar ke arahku.
Lex : "Hah? Gue? Apanya yang sama?" tanyaku heran.
Johan : "Dasar lo. Masa lo sama sekali ga berasa kalo berapa bulan terakhir ini lo berubah banyak?" sahutnya lagi, dengan senyum khas yang kukenal sejak kecil. Senyumnya saat dia tahu sesuatu yang aku tidak.
Lex : "Masak sih? Emangnya gue tumbuh tanduk ato apa berapa bulan ini?" balasku sambil bercanda. Memangnya apa yang berubah?
Johan : "Dasar lo emang telmi. Yang gampang aja deh. Dulu, kalo lo kita ajak jalan-jalan ke mall begini, lo ikut sih ikut, tapi peginya setengah ati gitu, kaya kepaksa. Ngomong sama orang juga, lo ngobrol sih ngobrol, tapi seperlunya doang. Sekarang... " dia berhenti sejenak.
Lex : "Sekarang napa? udah, jangan sok dramatis lo."
Johan : "Well, pokoke, sekarang lo berubah aja. Lebih cheerful dari dulu kalo menurut gw. Sekarang orang bisa gampang gaul sama lo. Ya, lo berubah, tapi ke arah yang baik kalo gw boleh bilang," katanya setengah serius.

Sejenak aku memikirkan kata-katanya. Ya, memang ada benarnya. Entah kenapa, sekarang terasa mudah bagiku untuk bergaul dengan teman-teman yang selama ini kuanggap hanya kenalan saja. "Heh, Thanks kalo gitu deh."

Johan : "Hm... Dan kayanya bukan lo aja yang berubah bulan-bulan terakhir ini, " katanya sambil nyengir lebar.
Lex : "Heh?"
Johan : "Tuh, pacarmu itu," katanya. Senyumnya bertambah lebar.
Lex : "Pacar? Siapa?" sahutku sambil belaga pilon. Aku sudah tahu siapa yang dia maksud. Aku dan Prisca memang sudah jadi bahan gosip sejak dua minggu pertama kami duduk bersama.
Johan : "Ah, jangan belaga bego lu," katanya sebelum melanjutkan. "Dulu, mana pernah sih dia ikut kalo acara kaya gini? Lagian, gw pernah sekelas ama dia waktu kelas 2. Terus terang aja, gw bilang selama bulan-bulan terakhir ini dia udah ngomong lebih banyak daripada dia ngomong selama setaon gw sekelas ama dia dulu."
Lex : "Ah, masa?" tanyaku setengah tak percaya sembil melirik ke Pris. Masak sih cewek bawel kaya dia dibilang pendiem?
Johan : "Beneran. Lo boleh tanya anak 2-3 laen kalo ga percaya," kata Johan lagi.
Lex : "Gile luh, cewek bawel kaya dia lo bilang diem? Gw ngomong ama dia kaya ga ada abisnya gitu..."
Johan : "Well, itu kan setelah dia ketemu elu," sahut Johan.
Lex : "Hah?"
Johan : "Yap, dia berubah sejak dia duduk sebangku sama lo. Sama seperti lo berubah setelah duduk sebangku sama dia. "

Aku hanya bisa tercengang mendengar perkataan Johan itu. Tanpa sadar, pandanganku beralih pada Pris yang sedang tertawa bersama Mita. Benar... Apa katanya benar. Kami berdua berubah. Banyak.

Johan : "Loe serius?" teriak Johan padaku. Jarang sekali aku melihatnya seperti ini selama sepuluh tahun aku mengenalnya. Aku bisa mengerti. Aku juga akan berteriak bila mendengar dia mengatakan apa yang kukatakan padanya barusan.
Lex : "...Yap, gue serius," sahutku perlahan. Kami berdua sedang belajar di rumahku, seperti biasa kami lakukan setiap ada ulangan yang sulit. Rumahnya dan rumahku memang cuma dipisahkan tiga rumah saja.
Johan : "Astaga... Mendadak banget... Udah pasti?" tanyanya sambil mengusap-usap rambutnya. Tanda dia sedang berpikir keras.
Lex : "Yeah. Gw juga ga mao kaya gitu, tapi apa boleh buat. Bokap gw..." kata-kataku terhenti saat dia mengangkat tangannya di depan mukaku.
Johan : "Ok, cukup. Gue ngerti. Sekarang..." ucapannya terhenti sejenak. Tangannya mengucek-ucek rambutnya sampai berantakan. Sepertinya dia sedang mencari kata yang tepat. "Jadinya, kapan lo mao bilang soal itu ke dia?"
Lex : "Eh...? Soal apa? Ke siapa?" sahutku tergagap. Aku hanya mengulur waktu. aku tahu apa dan siapa yang dimaksud olehnya.
Johan : "Dammit, Lex! Gue udah jadi temen lo selama 10 taon! Lo gak bisa bohong sama gue, lex. Lo tau apa yang gue maksud. Jangan pura-pura bego!" teriaknya di depanku. Astaga... sudah lama sekali sejak aku melihatnya seperti ini.
Lex : "Gw..."
Johan : "Kenapa? Lo mao nunggu apa lagi? Lex, waktu lo nggak banyak. Kalo lo mao ngomong, lakukan cepetan!"
Lex : "..."
Johan : "Lex?"
Lex : "Trus apa?" sahutku lirih.
Johan : "Hah?"
Lex : "Trus apa? Kalo gua udah ngomong, terus? Terus apa, Han? Toh gue bakal pegi juga. What's the point?" tanyaku dengan suara serak.
Johan : "Gua.. Gua ga nangkep maksud lo... Jadi lo mao simpen itu terus? Mao lo simpen ampe kapan? Ampe lo mati?" tanyanya lagi.
Lex : "... Kalo gw harus."

Johan tertegun sejenak saat mendengar kata-kataku itu. Akhirnya dia mengerti apa yang ingin kulakukan. " Astaga... Lex. Lo..."

Lex : "Yeah, kalopun gw bilang, gw bakal pegi juga, dan gw cuma bakal nyakitin dia, Han. Apa gunanya gw ngomong kalo gitu? Gw ga mao nyakitin dia Han... Tau gw bakal pegi aja udah cukup nyakitin buat dia, gw tau itu. Gw bsia rasain walaupun dia gak ngomong. Gw ga mao nyakitin dia lebih lagi," kataku perlahan. Kata-kata itu terasa berat. Sangat berat.
Johan : "Lex..." Johan berhenti sejenak sambil mengacak-acak rambutnya lagi. "Astaga, Lex... Trus lo sendiri gimana? Lo mao nyimpen itu terus? It hurts, Lex. I know that. I've done that before..."
Lex : "...I know."
Johan : Lalu kenapa?"
Lex : "..." aku terpaku sejenak. Kenapa? Pertanyaan yang sama yang terngiang-ngiang di otakku selama ini. "Aku..."
Ibu Lex : "Lex! Dimana kamu? Makanan sudah siap tuh. Ajak Johan makan sekalian!" suara ibuku terdengar nyaring, memecah kesunyian di antara kami.
Lex : "... Ayo. Ibu nggak suka kalo masakannya keburu dingin," kataku sambil berjalan ke ruang makan. Aku...

Hari itu hari terakhir Ebtanas. Aku sedang duduk di ruang kelas yang sudah sepi bersama dengan Pris. Kami habis membahas soal Ebtanas tadi, dan seperti biasa, kami larut dalam obrolan kami yang tak pernah ada habisnya. Kami sedang membicarakan mengenai keluarga kami masing-masing saat Pris menyadari sesuatu.

Prisca : "Lex?" katanya sambil menatap wajahku dalam-dalam.
Lex : "Eh? Ya?" jawabku sambil mencoba menghindar dari tatapannya. Walaupun kamu baru kenal sebentar, dia sanggup membaca ekspresiku sebaik Johan. Aku tak mau dia menangkap sesuatu yang aneh. Tapi terlambat.
Prisca : "Lo ada masalah?" tanyanya dengan nada sedikit khawatir.
Lex : "Eh? Nggak kok. Kenapa?" elakku, walaupun aku tahu dia tidak akan tertipu.
Prisca : "Emangnya lo nggak bisa Ujian tadi?" lanjutnya.
Lex : "Oh? Nggak lah, gampang gitu kok."
Prisca : "Trus kenapa muka lu muram gitu?"
Lex : "Eh..." Sial... Well, I have to tell her sooner or later... "Begini...lo inget waktu gw bilang gw mao pergi?"
Prisca : "... ya," sahutnya perlahan. Sekilas aku merasa melihat sesuatu dalam mata hitamnya. Tapi aku mengalihkan pandanganku lagi.
Lex : "Keberangkatannya dipercepat," kataku sambil menatap langit-langit kelas. Aku tak ingin melihat wajahnya saat aku mengatakan itu.
Prisca : "..." dia terdiam sejenak. Dulu aku mengatakan kira-kira akan berangkat setelah upacara kelulusan, kira-kira satu-dua bulan lagi. "Kapan?" lanjutnya datar.
Lex : "Akhir minggu depan." kataku sambil menurunkan pandangan dan beralih menatap unit AC kelas kami.

Sebuah kesunyian yang janggal mengisi kelas kami. Hanya suara deru AC perlahan yang terdengar.

Lex : "Pris?" tanyaku sambil menatap kembali ke arahnya. Aku langsung menyesali tindakanku.

Prisca, gadis yang telah menjadi temanku selama tiga bulan ini. Gadis dengan siapa aku telah berbagi berbagai hal. Pris, gadis dengan mata penuh kehidupan itu, kini menatapku dengan sepasang mata yang nampak kosong. Seperti dirinya sebelum kami duduk bersama.

Prisca : "Oh..." katanya datar. "Aku pulang dulu ya... Mamaku sudah menjemput..." lanjutnya sambil berdiri dan berjalan, nyaris berlari keluar kelas. secara reflek aku berdiri, hampir saja aku berteriak untuk memanggilnya kembali... Tapi akhirnya aku kembali menjatuhkan diriku di kursi.

Aku tak tahu berapa lama aku duduk di situ, hanya ditemani deru mesin AC dan suara angin, menatap bangku kosong di sebelahku. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalaku. Wajahnya saat dia pergi tadi...

Lex : "Sorry, Pris..." bisikku perlahan. "Sorry..."

Minggu terakhirku di Jakarta diisi dengan mempersiapkan segalanya untuk kepergianku ke London. Ibuku memaksaku mengantarnya bolak balik ke department store untuk membelikan berbagai barang-barang yang dianggapnya perlu untuk aku tinggal di sana. Selama seminggu itu, berkali-kali aku menemukan diriku di depan telepon, menggerakkan jariku di atas nomor-nomor yang sudah sering kutekan selama tiga bulan terakhir ini, tapi aku tak pernah sanggup menekannya. Berkali-kali pula aku mengangkat handphoneku dengan rasa takut bercampur harap. Tapi SMS dari nomor yang demikian sering mengisi inboxku tak pernah datang.
Balada Kera
Balada Kera
Idola SMAK 5

Posts : 478
Join date : 2009-01-16
Age : 33
Location : DuNiA FanTasI - JayA aNcoL - JakArTa uTarA

Back to top Go down

LOVE STORIES - Page 2 Empty SELEPAS KAU PERGI - PART 2

Post  Balada Kera Wed Feb 04, 2009 10:15 am

Sampai akhirnya... hari itu tiba.

Johan : "Jaga diri lo baik-baik ya," kata Johan sambil menepuk bahuku. Deru mesin pesawat terbang yang tinggal landas membuat ucapannya tak terdengar begitu jelas, tapi aku tahu apa yang dia maksud.
Lex : "Yap, sama-sama," kataku sambil menatap wajahnya. Mungkin ini terakhir kalinya aku akan melihat temanku yang satu ini lagi. Lalu aku menatap ke wajah-wajah lain yang ada di situ. Mungkin aku juga takkan melihat mereka lagi. Di antara mereka, tampak kerabat-kerabatku, serta beberapa teman sekolahku. Tapi tak ada dia di sana.
Johan : "Aku sudah coba hubungi dia kemarin, tapi hpnya dimatikan. Kata ibunya dia sedang tidak di rumah," kata Johan perlahan.
Lex : "...Ah, nggak apa-apa kok. Mungkin begini lebih baik," kataku sambil meremas pundaknya terakhir kali. "Aku pergi dulu ya."
Johan : "Yeah. Sampai jumpa, Lex. Keep in touch, okay?" Katanya sambil melepaskan genggamannya.
Lex : "Yap, bye Han. Thanks for everything," kataku sambil berjalan memasuki terminal.

Mungkin begini lebih baik... Batinku sambil mengamati pesawat yang akan membawaku keluar dari negeri kelahiranku ini. Dari teman-teman, dan dari...
Tiba-tiba aku tersentak. Sebuah nada dering yang khas terdengar di telingaku. Tanpa pikir panjang, aku mengangkat handphoneku yang baru saja akan kumatikan.

Lex: "Halo?"
"..." sunyi, tak ada suara, tapi aku yakin ada orang di sana.
Lex: "Halo? Siapa ini?" tanyaku lagi sambil menyesali kecerobohanku yang tidak melihat identitas peneleponnya dulu.
Prisca : "Lex..." sebuah suara yang sangat familiar terdengar di sisi lain telepon itu.
Lex : "Pris? Prisca?" teriakku di telpon itu. Beberapa orang yang lewat menatapku dengan heran, tapi aku tak perduli.
Prisca : "Lex... Sorry baru hubungin lo sekarang. Aku... seminggu ini entah berapa kali aku mau nelpon, tapi...." kata Prisca dengan suara perlahan.
Lex : "Ah, nggak apa-apa kok. gw juga pengen nelpon lo, tapi... well, begitulah."

Secercah suara tawanya yang khas terdengar perlahan di telpon itu.

Prisca : "Lo juga? Dasar, kita emang terlalu mirip ya?"
Lex : "Yap," sahutku sambil tertawa juga. "Emang sih, makanya kita cocok kan?"
Prisca : "Ya, bener juga sih," katanya lagi sambil tertawa perlahan, tapi suaranya kembali berubah serius. "Lo udah di airport?"

Aku tertegun sejenak sebelum menjawab.

Lex : "Yap. Sebentar lagi berangkat."
Prisca : "..." Prisca terdiam sejenak. Saat dia melanjutkan, suaranya terdengar lirih. "Oh... Good luck ya."
Lex : "...Yeah, thanks," sahutku perlahan. Begitu banyak yang ingin kukatakan padanya... Tapi tak ada yang keluar dari mulutku. Selama beberapa saat kami terdiam begitu saja, sebelum akhirnya dia berbicara.
Prisca : "Thanks for being my friend, Lex..."
Lex : "..." sejenak aku berpikir untuk memberitahunya. Untuk mengatakan apa yang memenuhi pikiranku selama ini. Tapi saat aku mendengar kesedihan dalam suaranya, aku berubah pikiran. Aku tak mau membuatnya lebih sedih lagi. Tidak mau. "Sama-sama, Pris. Terima kasih udah jadi temen gw, biarpun cuma sebentar."

Kembali kami berdua terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba suara dari pengeras suara membuyarkan lamunanku.

"... menuju London akan segera berangkat. Para penumpang dipersilahkan masuk."

Lex : Ok, this is it... batinku. "Eh, Pris, pesawatnya udah mao berangkat, tuh. Aku pergi dulu ya," kataku.
Prisca : "Oh... Ok. Take care ya, Lex," katanya tiba-tiba.
Lex : "Ok..." tapi sebelum aku sempat mengucapkan bye, tiba-tiba dia berkata.
Prisca : "Lex..."
Lex : "...Ada apa, Pris?" suaranya... aku mengenali suaranya ketika ia sedang bimbang. Aku bisa membayangkan ia sedang mengetuk-ngetukkan jarinya di meja atau permukaan apapun yang terdekat dengannya saat ini. Apa... apa yang ingin dia katakan?
Prisca : "Lex..." katanya perlahan. "Aku..."

Aku hanya terdiam. Aku mendengar keraguan dalam suaranya, aku tahu ia sedang berpikir keras.

Prisca : "Aku..." dia tampaknya akan mengatakan sesuatu, tapi tiba-tiba dia berubah pikiran. "Take care, Lex. I'm gonna miss you."
Lex : "Sama-sama Pris... I'm gonna miss you too," kataku sambil berpikir. Apa? Apa yang mau dia katakan? Kenapa ia berubah pikiran? Tapi panggilan berikutnya dari pengeras suara kembali terdengar. Aku harus cepat kalau tidak mau tertinggal oleh pesawat.
Lex : "Bye, Pris. I'm glad to have known you."
Prisca : "Glad to know you too, Lex... Goodbye... and... good luck," katanya dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Lex : "Thanks, Pris... Thanks for everything... Goodbye." sahutku dengan suara tersekat. Tenggorokanku terasa tersumbat saat aku mematikan handphoneku dan berjalan ke arah terowongan yang akan membawaku ke dalam pesawat.

Goodbye, Pris... Goodbye...

Pesawat yang kunaiki tidak terlalu penuh, Aku sendiri mendapat tempat duduk di dekat jendela, dengan bangku kosong di sebelahku. Saat pesawat terbang di atas jakarta, aku melirik turun pada kota yang telah membesarkanku ini. Sambil mendengarkan musik yang mengalun dari walkman di telingaku, ingatanku melayang pada orang-orang yang kutinggalkan. Orangtuaku, teman-temanku, Johan, dan... Prisca.

Di luar keinginanku, pikiranku mengalir, menghidupkan kembali kenangan-kenangan dengannya. Di mata pikiranku, terbayang lagi saat pertama aku berbicara panjang lebar dengannya. Saat pelajaran bahasa Indonesia. Saat itu waktu terasa berhenti mengalir...

Eh, itu tadi... Brigandine, ya? Suaranya yang malu-malu saat pertama bicara denganku.

Ya, kalimat itulah yang telah pertama kali mendekatkan kami. Kembali wajahnya terbayang di hadapanku. Senyumnya yang khas. Tawanya saat aku mengatakan sesuatu yang lucu. Wajah ngambeknya yang dibuat-buat kala aku meledeknya. Wajah yang mungkin tak akan pernah kulihat lagi. Dan hal-hal lain mulai terlintas.

Kapan lo mao bilang soal itu ke dia? Suara johan terdengar kembali di telingaku.
Gw ga mao nyakitin dia lebih lagi... Suaraku saat itu, terdengar lagi...
Mungkin begini lebih baik... Pikiranku saat itu, terlintas lagi...

Thanks for being my friend, Lex.

Aku mendesah saat teringat suaranya tadi. Ya... mungkin lebih baik begini... Pikirku sambil memusatkan pikiranku pada musik yang mengalir dari walkmanku. Mencoba mengusir pikiran-pikiran itu dari benakku. Tapi...

Lagu ini...?

Tanpa sadar, bibirku melantunkan lirik lagu yang terdengar di telingaku, tanpa suara...

Anak : "Ma... Kenapa kakak itu menangis?" tanya seorang anak kecil berusia kurang lebih 5 tahun pada ibunya.
Mama : "Kakak yang mana?" tanya ibunya perlahan.
Anak : "Kakak yang duduk di sebelah jendela itu." kata anak itu sambil menunjuk seorang pria muda yang sedang mendengarkan walkman beberapa bangku di samping mereka. Seberkas air mata tampak menghiasi pipinya, berkilauan ditimpa cahaya matahari yang masuk dari jendela di sebelahnya.

Beberapa ratus meter di bawah mereka, seorang gadis juga sedang menangis tanpa suara di atas ranjangnya. Matanya yang tampak berkaca-kaca terkunci pada handphone yang tergenggam erat di tangannya. Tanpa suara, mulutnya menyanyikan sebuah lagu yang terdengar dari radio di belakangnya.

Selepas kau pergi
Tinggallah disini kusendiri
Kumerasakan sesuatu
Yang tlah hilang di dalam hidupku

Dalam lubuk hatimu
Ku yakin kau pun sebenarnya tak
Inginkan lepas dariku
Taukah kau kini kuterluka

Bantu aku membencimu
Kuterlalu mencintaimu
Dirimu begitu
Berarti untukku..

Kau telah mencinta
Dan dicintai kekasihmu
Ini tak adil bagiku
Hilanglah dambaku kala hampa

Bantu aku membencimu
Kuterlalu mencintaimu
Dirimu begitu
Berarti untukku..

......

Bantu aku membencimu
Kuterlalu mencintaimu
Dirimu begitu
Berarti untukku..

Lupakanku dalam tidurmu
Yang pernah mencintaimu
Kau memang tercipta
Bukanlah untukku

Selepas kau pergi
Tinggallah disini kusendiri
Kumerasakan sesuatu
Yang tlah hilang di dalam hidupku
Balada Kera
Balada Kera
Idola SMAK 5

Posts : 478
Join date : 2009-01-16
Age : 33
Location : DuNiA FanTasI - JayA aNcoL - JakArTa uTarA

Back to top Go down

LOVE STORIES - Page 2 Empty Re: LOVE STORIES

Post  Sponsored content


Sponsored content


Back to top Go down

Page 2 of 2 Previous  1, 2

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum